Ana
Uhibbuka Fillah
Oleh : Desty
Rupalestari
Aina Najwa Sania. Nama yang diberikan
orang tua ku ketika aku baru dilahirkan. Aina Najwa Sania adalah nama yang
memiliki arti yang sangat bagus. Nama tersebut diberikan orang tua ku agar aku
memiliki kepribadian yang baik pula.Namun sebaliknya aku membayangkan segala
perbuatan dan tingkah laku yang telah aku perbuat.
Jangankan
prilaku ku, penampilan ku saja tidak menggambarkan bahwa aku seorang Aina Najwa
Saina. Orang-orang memanggilku dengan sebutan “Najwa”. Bagus bukan? Tapi aku bukanlah seorang yang soleha
seperti namaku. Penampilan yang sangat jauh bila dibandingkan wanita-wanita
lain. Entah kenapa hatiku belum tergerak untuk mulai menggunakan hijab seperti
wanita-wanita pada umumnya. Mesipun di jaman sekarang sudah mulai memasuki
trend hijab dengan berbagai macam bentuk hijab yang beredar di segala kalangan.
Baik itu masyarakat biasa, masyarakat menengah keatas bahkan dikalangan dunia
keartisan. Tapi entahlah, ku serahkan segalanya pada Mu ya-Rabb. Karena aku
yakin Engkau lah sang pencipta hati, dan hanya Engkau lah yang dapat
menggerakkan hati.
“Tok
tok tok ... Assalamualaikum ” suara ketukan pintu rumah ku. Bertanda bahwa ada
seseorang yang berada diluar rumah.
Lamunan
ku pun berhenti. Tak sadar aku sedang memandang cermin yang berhadapan di depan
mata.
“Ada
seseorang yang memanggilku!”
“
Iya, Waalaikumsalam “ jawab ku.
Ku
buka pintu rumah yang tadinya tertutup rapat karena ayam pun baru saja berkokok.
Tampak seseorang yang berada di hadapanku dengan menggunakan pakaian seragam
putih abu-abu, sepatu hitam dan kaos kaki putih nya. Renisa, salah satu sahabat
sohib Najwa karena hanya Renisa lah yang dapat mengerti segala sesuatu mengenai
dirinya.
“Astagfirullah..
Nisa. Ini hari senin?” ucapku seakan lupa bahwa waktu dan hari terus berlalu
dan itu waktu untuk pergi ke sekolah.
“Iya
Najwa, jadi kamu kira apa? minggu? Cepat-cepat “ jawab Nisa ketika melihat
Najwa masih menggunakan pakaian yang biasanya digunakan semua orang untuk
tidur.
Satu
kata yang hanya menggambarkan keadaan ku saat ini yaitu “ Kacau “.
“sejak
kapan aku menjadi orang yang pikun akan hari? Uhh “ gerutuk ku dalam hati sambil
sibuk akan mengambil dan mengenakan pakaian SMA. Tetapi syukurnya aku sudah
mandi jauh sebelum Nisa datang.
***
Minggu,
hari yang sangat dinikmati untuk bermalas-malasan. Jarum jam tidak akan pernah
berhenti seketika. Pasti akan datang esok hari nya yaitu senin dimana hari yang
sangat tidak disukai semua orang. Tingkat sekolah dasar, sekolah menengah
pertama , sekolah menengah atas ataupun di tingkat yang lebih tinggi yaitu
universitas tetap saja tidak menyukai hari ini. Semua orang sangat sibuk dengan kegiatannya
masing-masing sehingga tak ada yang memperdulikan lingkungan sekitar. Termasuk
“Aku”
“Mengganggu
jadwal istirahat?” yah itu pasti. Gumamku kesal dengan hari ini.
Jarum
jam ditanganku terasa begitu lambat berjalan, seakan hari yang suram ini tak
akan pernah berakhir. Aku hanya duduk termenung di depan kelas tercintaku sambil
menunggu beberapa sahabat yang seperti biasa menghampiriku.
“Heeey
Najwa? Lagi ngapain nih kok sendirian?” tanya salah satu sahabatku.
“Hah?
Gak kenapa-kenapa. Ke kantin yuk” balasku dengan wajah sedikit terkejut dan
langsung mengalihkan perhatian temanku Renisa dengan mengajaknya langsung ke
kantin sekolah
Apa yang harus siswa-siswi lakukan ? padahal
Ujian Nasional sudah dilakukan satu minggu yang lalu. Uh , menunggu pengumuman
yang tak tau akan hasil yang didapatkan. Setiap hari akan melakukan aktifitas
yang sama selama pengumuman kelulusan datang. Menunggu dan menunggu di sekolah
tanpa ada kegiatan yang lebih bermanfaat. Gerutuk ku dalam hati sambil menuju
ke kantin sekolah.
***
“PERHATIAN-PERHATIAN,
DIUMUMKAN KEPADA SELURUH SISWA-SISWI YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER ROHIS
DIHARAPKAN UNTUK MENGIKUTI ROHIS GABUNGAN DI MUSHOLA SEKARANG. TRIMAKASIH”
Suara yang terdengar jelas di telinga ku dengan suara khas dari salah satu guru
senior di sekolah.
Yah
tentu jelas terdengar, speaker yang sangat besar tersebut berada tepat diatas
kepalaku dengan suara Ibu Wiwik yang seluruh murid pun tau dengan suara khas
dan logat jawa nya itu. Siapakah beliau? Ibu Wiwik adalah guru yang sangat
ditakutkan semua murid karena ketegasannya dalam mengambil keputusan.
Tentu,siapapun yang tak mengikuti segala perintahnya akan mendapatkan sanksi
tersendiri dan yang pasti sangat spesial. Dan untungnya Allah sedang berpihak
kepada ku. Aku membawa satu helai jilbab yang berada di dalam tas lucu
bergambar rilakuma dan berwarna kecoklatan tersebut. Suatu anugrah terbesar
bagiku.
Aku
? Aina Najwa Sania siswi kelas IX dengan rambut lurus ter-urai panjang, dan
selalu mengenakan ciri khas pita di samping kepala . Tidak menggunakan hijab
adalah aku. Tetapi aku bukanlah anak nakal seperti bolos pada saat jam
pelajaran, apalagi ingin berpacaran seperti wanita-wanita pada umumnya di SMA. Kekurangan
ku adalah hanya tidak menutup aurat ku. Bahkan aku aktif dalam mengikuti
ekstrakulikuler Rohis di sekolahku.
“
Assalamua’laikum “ salam yang ku ucapkan saat memasuki mushola yang tak
terhitung berapa puluh kepala yang berada di dalamnya.
Yah
namanya juga rohis gabungan, yang pasti bukan hanya akhwat saja yang hadir
melainkan ikhwan juga. Dag dig dug bunyi jantung ku karena aku bukanlah orang
yang memiliki percaya diri yang tinggi. Tak berpikir panjang aku pun langsung
mencari lokasi yang strategis untuk mendengarkan segala tausyah yang diberikan
oleh kakak rohis tersebut.
“Yess
akhirnya “ ucap ku dalam hati dan menggambarkan ekspresi wajah yang lega ketika mendapatkan lokasi yang nyaman dan
strategis. Baris ke 2 bila dihitung dari depan.
“Eheem
“ bunyi lembut dari kakak tentor yang bertanda akan memulai acara rohis ini.
Seakan memberikan kode bahwa seluruh peserta yang ada harus mengunci mulutnya rapat-rapat.
“Materi
yang disampaikan di rohis kali ini adalah pentingnya menutup aurat khususnya
bagi kaum wanita” perkataan yang muncul lagi dari bibir tipis kakak tentor yang
berada di baris paling depan.
Satu
point yang aku bisa ambil dari perkataan tadi adalah “ menutup aurat “. Ciut
perasaan ku ketika mendengar perkataan tersebut karena aku merupakan salah satu
contoh nyata wanita yang belum menutup aurat di kalangan teman-temanku.
Setelah
berjam-jam aku beserta teman-teman ku duduk mendengan materi yang diberikan
akhirnya tepat pukul 15.00 WIB acara rohis gabungan ini berakhir. Bukan malu
yang ku dapat, melainkan aku memiliki banyak pengetahuan hari ini. Aku mulai
menyadari betapa pentingnya menutup aurat itu. Dan satu pernyataan yang muncul
dari bibir ku.” InsyaAllah jika aku lulus dengan nilai terbaik aku akan mulai
menggunakan hijab untuk menutupi aurat ku” Kata itu muncul dari bibirku
seakan-akan tak tahu jika kalimat itu di ucapkan akan mendapatkan dampak buruk
jika tidak aku tepati. Sedangkan besok adalah hari nya. Jikalau yang telah aku
katakan tadi terkabulkan mau tidak mau aku pasti melaksanakannya.
***
Tepat
pukul 8.00 WIB dan tanggal 28 mei 2013 di layar handphone ku. Moment yang
paling di takutkan bagi seluruh siwa-siswi kelas XII di Indonesia. Pengumuman
Ujian Nasional. Ku lihat ke arah langit yang biasanya selalu cerah dan kini
seakan tau akan terjadi peristiwa yang tak akan pernah dilupakan setiap orang.
Mendung, yah mungkin itu salah satu gambaran hati kami pada saat ini. Seakan
tak percaya bahwa telah melewati 3 tahun bersama-sama guru-guru dan teman
seangkatan ku. Kami dikumpulkan di tengah-tengah lapangan yang biasanya sering
digunakan untuk upacara bendera saat hari senin berlangsung. Berbaris rapi sama
hal nya dengan upacara bendera yang sudah dibagi 2 baris dalam 1 kelas. Bunyi
gesekan microphone mulai terdengar seakan akan ingin memulai pembicaraan yang
telah ditunggu-tunggu semua siswa.
“Aina
Najwa Sania ... “ nama yang pertama kali disebutkan oleh bapak Sunaryo yang
berada di depan.
Semua
orang bersorak gembira bertepuk tangan dengan kencang dan langsung memberikan
selamat kepada ku. Aku tak tahu apa yang terjadi. Mungkin karena aku terlalu memikirkan
hasil yang ku dapatkan dan sampai-sampai tak mendengar dengan jelas apa yang
disampaikan pak Sunaryo.
“
hah ? selamat untuk apa? “ jawab ku spontan ketika ada salah satu teman yang
memberikan selamat kepadaku.
Tak
sempat ia menjawab pertanyaan ku terdengar suara semua orang untuk
mempersilahkan aku maju.
“
maju.. maju.. maju .. “ suara keras seluruh teman sekelasku.
Dengan
wajah kebingungan aku pun maju kedepan. Di dalam perjalanan maju ke depan
disebutlah nama ku kembali
“
Aina Najwa Saina.. sebagai peserta didik yang meraih peringkat pertama Ujian
Nasional SMA N 1 JAKARTA”
Aku
terkejut dan langsung membiarkan senyum tipis ku telihat sebagai ekspresi
gembira ku. Ketakutan ku pun terjawab sudah. Trimakasih ya-Allah atas
karunia-Mu .
***
Hari
ini merupakan hari dimana aku merasakan hal yang tidak akan pernah aku lupakan.
Mendapatkan peringkat pertama Ujian Nasional! Membawa kabar gembira untuk kedua
orang tuaku. Membuat kedua orang tua ku tersenyum saja itu sangat membuat aku
senang, apalagi membuat kedua nya melihat hasil ujian nasional ku.
Alhamdulillah Ya-Allah.
Hati
ku menjadi sangat tak beraturan. Hingga aku pun tak menyadari bahwa aku sedang
melamun di teras rumah dan sedang diperhatikan orang tua ku.
“Kring
kring kring “ bunyi dering telfon ku yang menandakan ada pesan yang baru masuk.
“Laksanakan
janji mu Najwa . Dari Renisa” pesan dari teman ku yang tertera nama di sudut
bawah layar ponsel ku.
***
Masa
SMA, masa awal remaja ku. Masa dimana aku mencari jati diri, disini semua nya
terjadi… aku ingin memahami agama ku lebih jauh yaitu ISLAM. Islam yang
biasanya ku kenal solat ya solat, baca Alquran tapi aku tak mengerti mengapa
harus melakukan itu, apa gunanya sih? Sejak itu semakin banyak pertanyaan di
benakku, kok bisa aku terlahir dari orangtua yang beragam islam? Apa itu islam?
apa beda nya islam dengan agama lain? apa untungnya sih masuk agama islam? Lalu
mengapa perempuan islam harus mengenakan penutup kepala yang disebut kerudung.
Kan panas? aku bertekad mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ku. Mulai
dari membaca buku yang bersangkutan, bertanya kepada ustad dan ustazah.
Akhirnya ku pahami kalau aku beruntung terlahir sebagai muslim. Sejak saat itu
kerudung kupanjangkan hingga menutup dada. Saat itu juga aku mulai mengerti
pergaulan yang sebenarnya. Aku mulai memilih teman dalam bergaul bukan selektif
tapi mungkin untuk lebih menjaga diri. Berteman dengan lelaki aku batasi karena
takut akan fitnah. Maka dari itu, sampai saat ini aku tidak mengenal dengan
yang namanya pacaran. Aku sangat berusaha menjauhi yang namanya pacaran dalam
hidupku, agar terhindar fitnah dunia.
Setahun sudah aku menjalani pendidikan di atas bangku
SMA yaitu Universitas. Dan setahun sudah pula aku belajar mengenai islam,
banyak perubahan yang kualami mulai dari fashion, gaya ku berpakaian, bahkan
berbicara maupun bertingkah laku. Orangtua ku sama sekali tidak protes. Karena
itu dari awal aku bilang kalau hidupku datar dan tidak ada tantangan.
Tapi, semua berubah disaat rasa itu tumbuh. Dia adalah
seorang laki-laki yang membuatku sering bermimpi all about him. Aku tak
mengerti dengan perasaan ku ini entah suka atau sekedar kagum. Tapi aku malu
untuk megakuinya. Terlalu banyak yang mengaguminya karena kelebihan yang ia
miliki. Mempunyai wajah yang tampan, pintar, baik, dan yang paling penting ia
mempunyai pegangan agama yang kuat. Aku
mengenalnya pertama kali ketika kami masih berpakaian putih abu-abu, dan
berlanjurt di tingkat kuliah. Aku masih teringat sinar matamu saat aku memasuki
kelasmu, dan kamu mengajak kami dan teman-temanmu memanfaatkan waktu kalian di
sela waktu luang dalam sebuah majlis ilmu. Kajian jum’at, yang rutin ku
jalankan bersama teman-teman akhwatku di rohis. Rasa itu semakin bertumbuh disaat aku harus sering
berbicara pada nya karena kami dipertemukan dalam satu fakultas yang sama tapi
berbeda jurusan. Salah satu kelemahan ku adalah tidak bisa berbicara dengan
orang yang aku sukai dengan menatap matanya. Mungkin itu merupakan suatu
anugrah untuk ku karena dengan itu aku lebih bisa menjaga pandangan ku.
Walaupun aku menyukai seseorang, aku masih sama dengan
aku yang di SMA dulu. Najwa yang tak ingin mendengar yang namanya pacaran.
Najwa yang sama sekali tak tahu akan namanya cinta. Bukan terlalu polos. Tapi
karena aku telah memiliki niat semenjak aku menduduki bangku SMA yaitu tidak
mau berpacaran terlebih dahulu. Dan insyaALLAH niat ku tersebut selalu
dikuatkan oleh Allah sampai aku mendapatkan seseorang yang tepat dengan ku dan
akan menjadi suami ku kelak. Pacaran menurut ku setelah menikah. Dimana antara
kami memiliki status yang halal bukan haram. Aku hanya ingin menyimpan perasaan
ini dalam diam. Jika ia memiliki perasaan yang sama dengan yang aku rasakan
tolong tetapkan lah hatinya dan jangan biarkan cinta, rindu dirinya untuk ku
melebihi cinta dan rindu nya kepada Mu ya-Rabb. Dan ku mohon tetap jaga hati ku
dan jangan biarkan hati ini menetap dengan orang yang tidak mengingat namaMu di
setiap nafasnya.
***
“Kring... kring ... “ dering yang tak asing didengar
Ada seseoarang mengirimkan pesan kepadaku tanpa
memiliki identitas siapa yang mengirimkan nya. Aku tak membalas pesan tersebut karena yang aku fikirkan ini merupakan orang
yang tak mempunyai kerjaan lebih
“assalamualaikum maaf ini benar Aina Najwa Saina?” isi
pesan yang tertera di ponsel merah jambu ku.
Tak berapa menit kemudian ponsel ku pun berbunyi
dengan menampilkan nomor yang sama tertera di layar nya. Satu kali ku abaikan.
Hingga ketika ponsel ku berbunyi selama lima kali akhirnya aku pun mengangkat.
“assalamualaikum ni najwa kan ? kok sms nya nggak
dibalas..?”
“walaikumslam… maaf ini siapa ya?” kata yang keluar
dari bibir manis ku ketika seseorang mengucapkan salam kepadaku.
“owh maaf ya aku zaki” ucap pria misterius ini dengan menyebutkan
nama yang aku rasa tak asing terdengar di telinga .
Jantungku berhenti berdetak, kaki ku terasa dingin
Saat dia menyebutkan namanya ,
“Oh iya ki ada apa? Tumben nelpon maaf tadi aku kira kamu orang asing
“ alasan yang apa adanya aku berikan karena aku susah untuk berbohong
“ Gak apa- apa Najwa hanya ingin memastikan apakah benar ini nomor
mu. Yaudah Assalamualaikum Najwa” jawab Zaki dengan diakhirinya telpon
tersebut.
Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan untuk
ku. Dimana orang yang selama ini aku kagumi menelfon ku walaupun itu hanya
sekedar basa-basi. Aku hanya ingin rasa ini tetap tersimpan . Aku yakin orang
yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik. Jika bukan jodohku mungkin Allah
telah memberikan seseorang yang lebih baik dimata Allah.
***
3 tahun sudah aku mengaguminya dalam diam. Tak ada
komunikasi yang berlanjut Setelah ia menelfon ku 3 tahun yang lalu . Aku hanya
bisa menunggu ia pulang dari Eropa karena ia mendapatkan beasiswa disana tak
lama kami berkenalan. Hingga sampai suatu ketika ada lelaki lain yang telah
mencoba mengajak ku taaruf. Mulut ku berat untuk mengatakan iya karena entah
kenapa hatiku selalu berkata bahwa Zaki adalah jodohku, calon imamku dan calon
ayah dari anak-anak ku. Aku mencintai nya bukan karena wajah yang ia miliki.
Tapi karena tingkah laku dan akhlak yang terdapat pada dirinya. Aku
mencintainya karena Allah. Dan atas izin-Nya lah aku bisa mendapatkan cintaku
kembali. Dan akhirnya aku memutuskan untuk menunggu Zaki .
Menunggu adalah waktu yang sangat tak aku senangi,
menantikan seseorang yang sama sekali tak tahu akan kembali atau tidak.
Walaupun kembali aku pun tak yakin bahwa Zaki akan mengingat ku. Sambil
menunggu , akhirnya aku memutuskan untuk membuka les matematika. Hari-hari ku
terasa berwarna karena setiap hari aku bersosialisasi dengan anak-anak. Khusus
nya remaja seperti SMA. Aku membuka les matematika karena aku ingin
memanfaatkan kemampuan ku dalam bidang tersebut. Dan ingin mempraktekkan hasil
dari yang aku pelajari di perguruan tinggi kemarin yaitu sebagai guru
matematika.
1 tahun sudah berlalu. Tak ada nama Zaki terbenak di
pikiran ku lagi. Aku mulai belajar membuka hati untuk lelaki lain yang mungki
lebih baik dari seorang Zaki yang selama ini sudah ku anggap Perfect. Tapi
semua itu percuma karena Zaki muncul lagi di kehidupan ku. Ia baru saja pulang
dari Eropa dan langsung menemuiku. Berada di depan pintu rumah ku
“ Assalamualaikum. Najwa?” suara yang khas terdengar ditelingaku.
Suara yang 4 tahun yang lalu pernah menelfon ku .
“Waalaikumsalam , Zaki? “
“ Iya , aku Zaki . orang yang pernah menelfon mu 4 tahun yang lalu.
Lelaki pengecut yang tak berani mengucapkan kata-kata ini ke kamu.”
“ memangnya apa yang ingin kamu ucapkan dulu ki?”
tanya ku penasaran
“Aku ingin kamu menjadi pendamping hidupku, menjadi
seorang ibu dari anak-anakku, istri yang soleha. Aku sengaja tidak mengatakan
semua ini kepadamu dulu. Karena aku mencari waktu yang tepat dimana aku sudah
menjadi orang yang sukses , dalam arti bisa mencukupi kebutuhan mu dan
anak-anak kita. Apakah kamu mau Najwa? Maaf karena aku tak memberi kabar
kepadamu selama 4 tahun ini, karena aku takut tekat untuk sukses terhalang
karena cinta ku. Aku akan mendatangi rumahmu dan menghadap kedua orang tuamu
jikalau aku ingin melamarmu “ jawaban yang tak singkat yang membuat aku terdiam
dan tak bisa mengeluarkan kata-kata dan akhirnya menangis terharu.
“Najwa ? apakah kamu mau? Aku mencintaimu karena
agamamu “ Zaki mengulang perkataannya karena ia tak mendengar sepatah kata pun
keluar dari mulut Najwa.
“Aku juga mncintaimu karena Allah Zaki” kata yang
menandakan bahwa ia mau dijadikan istrinya.
Hari itu hari yang sangat menyenangkan dibandingkan
dengan hari yang selama ini aku anggap hari yang sangat menyenangkan. Aku
menyadari bahwa Allah memberikan rencana yang tidak kita ketahui. Karena Allah
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. “kamu tau apa yang perlu kamu lakukan
untuk selanjutnya.. datang lah ke orangtua ku..”
Aku berlalu dengan perasaaan yang tidak bisa dijelaskan..Sampai ketika hari itu tiba dan aku melepas masa lajang ku. Setelah mengucap ijab kobul air mata ku terurai di akhir kisah ku. Kucium tangannya dan Zaki mencium kening ku seraya berkata Ana Uhibbuka Fillah.
Aku berlalu dengan perasaaan yang tidak bisa dijelaskan..Sampai ketika hari itu tiba dan aku melepas masa lajang ku. Setelah mengucap ijab kobul air mata ku terurai di akhir kisah ku. Kucium tangannya dan Zaki mencium kening ku seraya berkata Ana Uhibbuka Fillah.
***
SELESAI
ConversionConversion EmoticonEmoticon